Kematian Itu .. ('Tomorrow Never Knows')

Posted: Sabtu, 19 Juni 2010 by LAGUPEDIA in Label: , , , , ,
5

Turn off your mind, relax
And float down stream ..
It is not dying,
It is not dying
Ketika frase yg berbunyi "kematian adalah awal", mungkin terasa lebih cocok bagi kuping para seniman atau penganut selera psychedelic yg jamak dgn pengalaman "spiritual journey". Padahal sama saja jika diterjemahkan seperti kalimat "pertemuan adalah awal perpisahan", terasa lebih umum dan gak berkesan seram. Lantas kenapa harus cocok bagi seniman atau penganutnya, mungkin saja seniman gak keliwat pusing dgn perkara lahir dan mati, terutama lebih akrab dgn selera abstrak berikut improvisasi. Adapun jika ingin diteruskan ke beberapa mahakarya semacam perkembangan agama berikut kitab sucinya, bisa dicurigai adalah hasil "di luar kemampuan dan nalar otak manusia normal". Penganut agama apapun tentu akan membela, mengatakan itulah sabda dan karya Tuhan plus embel2 wahyu secara ghoib. Tanpa bermaksud menghujat atau SARA, kenapa gak pernah memeriksa bahwa para nabi dan penerima wahyu itu sebetulnya sedang ON atau mendapat stimulasi lebih sehingga "kerasukan"? Kerasukan bisa berarti mabok, atau in trance, atau akibat diculik Alien, tinggal pilih yg mana. Artinya telah terdapat spektrum pengalaman yg lalu diterjemahkan segenap indrawi saat memperoleh guncangan emosional, bisa berupa histeria atau kehilangan teramat sangat, atau stimulan antara lain melalui suplemen artifisial tertentu dgn efek yg melewati ambang kesadaran. Efek buster begini yg sanggup merubah persepsi objektif (rasional), bahkan mengatur pola perspektif kesadaran akal (logic) hingga melanglang ke alam mistik.
Lay down all thoughts
Surrender to the void ..
It is shining,
It is shining
Inilah dunia psychedelic dalam konteks budaya terutama musik sbg pengejawantahan pengalaman saat trance, untuk menyebut sensasi terhadap "A secret journey". Terjemahan dalam mengarungi sebuah pengalaman lewat kendaraan persepsi yg sebelumnya tak pernah dikenal secara umum, or by the creative exuberance of mind liberated from its ordinary restraints. Contoh, jika kemampuan optimal kinerja otak manusia waras umumnya gak sampai 15% dari kapasitas menurut Einstein, maka nikotin pada rokok dapat merupakan contoh legal untuk menstimulasi Endorphin sehingga otak jadi lebih giat sekaligus memberi rasa rileks. Booster seperti inilah yg selalu dicari bahkan diciptakan untuk mengeksplorasi kemampuan manusia terutama aspek kreatif, pada dasarnya adalah demi optimalisasi itu sendiri. Konsep inilah yg mungkin ditelan Jim Morrison saat mengutip lirik puisi Mind at Large dari buku "The Doors of Perception" karangan Aldous Huxley, dimana ia menterjemahkan bahwa pikiran manusia didominasi aspek normatif (sense, mind) kemudian ditunjang aspek biologis (nalar). Nah, bagaimana jika aspek biologis yg penuh keterbatasan jasmani itu dapat ditembus oleh aspek pikiran yg lebih multi dimensi? Huxley telah meyakini bahwa fungsi sistem saraf pusat seharusnya adalah berupa benteng yg memilah antara "keniscayaan" (irrelevancies), seharusnya dapat berganti dgn segala sensasi yg bisa dirangsang pada saat tertentu. Pikiran memang jauh powerful ketimbang fisik.
That you may see
The meaning of within ..
It is being,
It is being
Akselerasi persepsi lewat stimulus khusus inilah yg lantas memberi anugerah khas bagi Huxley, seorang penulis sekaligus ilmuwan Inggris keturunan Yahudi. Ia juga digelar sbg "pelopor budaya obat bius" sekaligus penerus tradisi Freud, terutama saat Huxley menerbitkan buku The Brave New World. Persilangan antara budaya seni dgn obat bius telah menerbitkan sebuah kultur berikut generasi tertentu. Selamat datang di dunia Sex, Drugs, and Rock'n'Roll, bahkan merambah ke dunia spiritual termasuk sihir melalui junky ahli tenung bernama Aleister Crowley yg sering dihubungkan dgn cara pandang Jimmy Page. Dengan keahlian meracik nada pada sound system, Crowley pernah membuat konser ekslusif band The Warlock yg dipenuhi aroma LSD berjudul "Acid Test" di tahun 1965 dan disesaki ratusan ribu manusia. Religi baru telah lahir dan bersanding dgn budaya masif, kemudian si pemimpin band yg bernama Jerry Garcia lalu mendapat 'bisikan' untuk membaptis nama baru kelompoknya, menjadi The Grateful Dead. Persilangan berikut acak kadut beginipun gak terlepas dari mantera kuno mengenai kematian dari kutipan kitab Tibetan Book of the Dead, mengajarkan bahwa, "Kematian sesungguhnya merupakan pengalaman menyenangkan berupa perjalanan rohani berikut perpindahan dimensi". Bukankah gak berbeda dgn perjalanan menyusuri sungai STYX atau konsep samawi berupa surga dan neraka? It is not just about death, rebirth and life, but its beyond 'em.
That love is all
And love is everyone ..
It is knowing,
It is knowing

Manusia selaku mamalia yg mengaku berbudaya akan terus membuktikan eksistensinya sbg kaum spiritual, sanggup mengeksplorasi nalar ke luar ranah otaknya serta menunggangi pikiran (mind over the body). Sebelum George Harrison pernah menerima buku The Lamps of Fire tulisan Juan Mascaro yg banyak merangkum kata bijak ajaran Tao, John Lennon sudah duluan 'memulai pencerahan' saat ia kesasar di sebuah toko buku lalu membawa pulang buku 'The Psychedelic Experience; A Manual Based on the Tibetan Book of the Dead' karya Timothy Leary. Gak begitu jelas dampak signifikan buku tersebut bagi The Beatles namun Lennon semakin giat mendalami aspek spiritual yg kelak mempengaruhi corak lirik maupun kreatifitas nadanya. Juga artinya sebelum Harisson dianggap mempelopori perjalanan ziarah para The Beatles ke negeri Timur untuk kemudian menghasilkan masterpiece semacam The Inner Light (1967), Lennon telah duluan kerasukan dogma oriental lahir bathin termasuk lebih memilih Yoko Ono ketimbang The Beatles bahkan keluarganya. Tentu saja berikut campur tangan aditif sembari ditemani LSD untuk memasuki spiritual journey berikut lirik pencerahan semacam "When in doubt, relax .. turn off your mind, float downstream!"
That ignorance and hate
May mourn the dead ..
It is believing,
It is believing
The Void .. kekosongan. Dari sekian ide lirik maupun partitur nada yg begitu berseliweran di otak Lennon, ia merasa perlu untuk menterjemahkan rasa gelisah tentang kehampaan. Ini bukan lagi perkara nalar atau indera, melainkan menyelam jauh ke ambang sadar, beyond mind. Segenap akal dan naluri yg terbatas memerlukan aprodisak sbg booster untuk menjelajahi nirvana psyche, itulah proses kreativitas bahkan sanggup membaca masa depan. Lennon berusaha menggenggam sensasi dan menterjemahkan proses perjalanan itu lalu diberi lirik utuh berikut judulnya, Tomorrow Never Knows. Jika vokalis Doug Ingle dari kelompok Iron Butterfly pernah mabuk dan menyebut In the Garden of Eden jadi terpeleset In-A-Gadda-Da-Vida lalu menjelma sbg hits mereka, Lennon berkesan masih waras meski sempat bersikeras menyebut judul perjalanan spiritualnya menjadi Abracadabra. Ringo Star yg akhirnya sanggup menenteramkan Lennon untuk menanggalkan Abracadabra, menjadi judul album baru yg sebetulnya gak kalah ganjil, Revolver (1966). Sekaligus lagu The Void, atau menjadi Tomorrow Never Knows, merupakan salah satu signatures album Abracadabra atau Revolver, sbg konsep yg melambangkan kematian sebuah ego personal lewat pencerahan spiritual secara kolektif walau monochrom. Jika terdapat imbuhan suara mekanis dan chanting pendeta Tibet, itu bukan sekadar proses mekanik melainkan sarana pembentuk persepsi.
But listen to the
color of your dreams ..
It is not living,
It is not living
Kematian ego, hal ini yg lantas diinterpretasi Phil Collins saat meratapi proses 'shut down' dirinya melalui album yg amat personal 'Face Value' (1981). Di puncak kemashuran dan kreativitas, Collins justru telah kehilangan yg amat berarti yakni perceraian dgn istrinya. Face Value bertutur mengenai nilai kehidupan ragawi berikut pesan artifisial kehidupan, kehancuran rumah tangga bukanlah proses metamorfosa. Face Value merupakan kumpulan ratapan dari sekuel kematian kecil yg disusun lewat judul Tomorrow Never Knows setelah 'ngambek' dan 'mengancam' pada lagu If Leaving Me Is Easy. Dan memang, perpisahan adalah bagai kematian kecil. Kehancuran yg sanggup menghidupkan, perceraian yg mempertemukan. Termasuk pilihan Phil Collins urung memasukkan balada kesedihan lain berjudul 'How Can You Just Sit There?', namun kelak dibedah ulang dan diberi judul singel 'Against All Odds' (Take a Look at Me Now). Lalu sisanya sejarah, seluruh duniapun mengenal nama Phil Collins. Namun bukan sbg pria malang, bahkan popularitasnya menandingi Genesis .. Tomorrow Never Knows!
Or play the game
Existence to the end ..
Of the beginning,
Of the beginning

-duke-

5 komentar:

  1. ERVAN says:

    LENON is a JENIUS

  1. Anonim says:

    ngeri ah nyimaknya...

  1. LAGUPEDIA says:

    Untuk tambahan info, simak The Role Of Psychedelic Plants In Human Evolution: Food Of The Gods. Thanks untuk rekan Wawan dari milis Proletar, link --> http://www.youtube.com/watch?v=NfTYa_suhDk

  1. LAGUPEDIA says:

    --- In proletar@yahoogroups.com, Musik hari Ini wrote: Pada buku Misteri Kematian Suatu Pendekatan Filosofis, menyatakan banyak orang berpendapat bahwa hidup ini bersifat ironis. Karena manusia sebenarnya tidak pernah meminta agar dia dilahirkan, tetapi begitu dia lahir, mencintai hidup dan kehidupannya. Dia dihadapkan pada realitas yang sangat menyakitkan hatinya. Manusia dihadapkan pada kematiannya, dihadapkan pada batas akhir hidupnya. Yang senang atau tidak senang harus dijalaninya, sebagaimana kelahirannya sendiri (Leahy, 1998:ix).

  1. LAGUPEDIA says:

    --- In proletar@yahoogroups.com, Musik hari Ini wrote: Bahwa sesungguhnya ketakutan akan kematian itu hanya ada pada diri orang yang tidak memahami hakikat kematian itu, atau tidak tahu ke mana tujuan dirinya setelah mati.