L A G U P E D I A

Jika pernah selama lebih dari 5 mingguan aku menuju Selatan benua dari Oak Flats ke arah Canberra, memang gak istimewa hanya untuk kebingungan di kota mati tersebut setelah jam 5 sore. Walau berstatus ibukota pemerintahan Aussie, jangan bandingkan dgn melting pot Sydney apalagi keriuhan 24 jam Jakarta. Warung kebab yg sumpah mati aku gak doyan atau 7/11 biasanya berserakan 24 jam, mendadak amat langka dan dirindukan saat perut keroncongan tengah malam. Maka setelah besoknya melongok sejenak ke kompleks Parliamentarian berikut barang bukti foto, mending balik ke jalur Princess Highway mengarah pesisir Narooma. Singgah di dusun kecil tapi pernah kirim sinetron ke TVRI jadul, saat jeng Rebecca Gilling digigit buaya dan sanggup menghipnotis emak2 80an lewat serial drama Return To Eden. Kampungnya ramah khas urban juga banyak bule keliaran cas cis cus gak kayak di Pontianak (gak banyak bule, kamsudnye), walau mereka bergaul dgn buaya liar bahkan dibikin patungnya di simpang jalan sbg maskot sekaligus warisan sinetron. Sebelum bosan gak istimewa maka perjalanan lanjut menyusuri Cann River, sungai yg membelah dari Canberra juga nama kota perbatasan antara New South Wales dgn negara bagian Victory, melaju ke Traralgoon sbg gerbang "the craziest weather city" julukan si Peter my land-lord, yakni Melbourne. Ini kunjunganku kedua setelah yg pertama when the weather is fine ketika sok jadi turis gak istimewa, termasuk ngejajal "ice skiing" seharian di Jindabyne, Snowy Mountains.
Awal Desember di Down Under adalah peralihan musim panas gak istimewa namun menyengat, beda dgn gambaran Hollywood yg dipenuhi salju berikut snow man penutup tahun. Desember saatnya berbikini memenuhi pantai atau berpeluh dolar di hamparan perkebunan, peluang informal yg lebih menjadi minatku. Walau sempat beberapa malam di Melbourne, berkesan gak istimewa selain gagal menemukan markas band AC/DC (sudah pindah ke Sydney), konon merupakan kota terbanyak berbahasa Indonesia di Aussie. Termasuk banyak bule fasih berbahasa tapi gak istimewa, semacam sapaan apa khabar, nasi goreng, dan .. gudang garam, pasti alumni pantai Kute. Maka gak juga sempat mengalami "the craziest weather" promosi pemilik kostku, walau mendadak sering gerimis lalu hilang di seputaran kompleks Olimpiade Musim Panas 1956, konon PSSI pernah mencatat sejarah di sini menahan Rusia 0 - 0. Selanjutnya dgn kereta api mampir ke Bendigo, kampung yg melahirkan Ricki-lee Coulter sbg juara dua Australian Idol 2004 dan punya lagu asik Sunshine. Tuh, memang gak bisa lepas dari perihal cuaca maupun alam, a tribute to the Australian Summer and a reflection of the laidback Aussie style. Berganti pake bis menyusuri Murray River hingga Swan Hill, kota kecil dgn semboyan Heart of the Muray tempat kumangkal untuk beberapa pekan bekerja di ladang memetik Apricot dan Nectarine. Saat itu cuaca cerah, aku tetap bertopi dan lengan panjang untuk menahan sengatan matahari di ladang jam 7 sampai 5 sore. Sungai Muray jugalah membawaku singgah ke dusun kecil bernuansa eksotis nama Aborigine seperti Nyah, Ouyen, Lameroo, Moorlands, Tailem Bend. Sepanjang jalan masih dipenuhi ratusan hektar perkebunan Stone Fruits milik juragan Italiano berikut sindikat pekerja ala TKI yg dikuasai mafia para mantan pengungsi Kamboja, berujung di Mildura sebelum memasuki jantung ibukota South Australia, Adelaide.
Bisa saja ide awal ini bermula dari basa-basi gak istimewa saat di kampus untuk menghabiskan libur kemana, ada yg mudik ke Indonesia, nyebrang ke New Zealand, atau cuma ngabisin duit nyewa limousine ke Brisbane untuk berjudi. Begitulah, memang di saat gak istimewa dan bertemu seseorang gak istimewa, bisa muncul topik gak istimewa yg memperuncing hubungan gak istimewa. Tapi gak mesti runyam ketika perihal cuaca muncul secara gak istimewa, I'm just trying to make a contribution. Pastinya, topik bicara cuaca memang membahas tidak pastinya sesuatu kecuali terdapat konsekwensi. Ketika cuaca cerah dan hati sumringah, aku memilih arah matahari Selatan sembari membopong "back-pack" seberat nyaris 25 kiloan, tidur di backpackers Aus $ 20/malam atau di bangku terminal, memetik dolar di perkebunan untuk bekal besoknya. Maka, when the weather is really fine, perjalanan inipun telah terjadi. Pastilah teramat istimewa buatku, I love how I live my life.