Mereka bilang, musik adalah musik. Juga ada yg bilang, musik merupakan blue print terhadap kebudayaan. Mungkin selain mencakup seni sebuah generasi, juga aspek tehnologi termasuk industrinya. Maka ketika musik sbg genre pernah saling silang di era 50an, lantas perkakas elektrik nimbrung di era 60an, juga aspek pentas menjadi paket utuh tontonan era 70an, maka musik 80an seolah jadi acuan adonan terkumplit. Tentu saja ditambah tehnologi gambar dan penuh fantasi serta warna ala MTV.
Trus, knapa kudu musik 80an? Ambillah contoh satu lagu, 'Come With Me'. Jelas ada nuansa akustik berikut elektriknya. Klo gak, gimana bisa ada scat singing piano akustik plus gemuruh tabokan itu senar bass? Juga jelas ada skil individual maupun tim ensambel, jazz ketemu rock, plus musik dunia ketiga (ethnik) yg lantas mendunia. Penontonpun gak dibikin nganggur sbg kesatuan performance, mereka nyanyi bareng dgn lirik universal maupun goyang sukacita sembari berguman. Musik yg komprehensif.
Kalo mo dikit objektif, salah satu pendukung gempita musik 80an menjadi lebih global sekaligus gimmick yg popular adalah dukungan tehnologi dan marketing. Tehnologi bisa berupa media masa seperti cetak, radio dan tv, yg di 80an adalah masa panen mereka. Ibarat di indo 70an cuma ada majalah Aktuil, maka 80an muncul majalah Topchords, Midi, Hai, dst. Di awal 80an walau masih satu TVRI, tapi udah beken video Betamax yg salah satu pasarannya adalah serial klip musik maupun konser dimana penikmatnya di ujung dunia sonoh udah mulai tayang langsung via saluran MTV.
Sementara di dunia radio semakin segmented (narrow margin), yakni berani hanya muter lagu rock, ato khusus new entry charts yg biasanya kerjasama dgn billboard (plus mafia perekam). Walau tetep ada stasiun yg masih gado2 (broad margin) tapi sudah semakin spesifik, misalnya cenderung memutar percampuran jazz-rock yg dikenal istilah adult contemporary, ato adult oriented rock, ato smooth/urban jazz. Mereka ini yg bermunculan di udara sekaligus meracun penggemarnya sbg kejayaan radio swasta.
Selanjutnya faktor marketing yg ngurus soal penampilan, figur, konser musisi yg melibatkan antar benua (contoh 'Live Aids'). Hal global ginian susah didapat di era sebelum 80an, misalnya konser Woodstock'69 ato For Bangladesh'71 yg legendaris itu. Siaran langsung via satelit pernah dijajal oleh The Beatles (All You Need Is Love) atau Elvis (From Hawai), namun lebih bersifat percobaan dan terlalu mahal. Maka di era 80an-lah yg membuat dunia musik termasuk performance jadi lebih menarik, cepat, dinamis, sekaligus interaktif yg otomatis lebih berkesan dan nyantol se dunia.
Selanjutnya setelah gegap gempita 80an, era berikutnya mulai garing dan miskin terobosan termasuk diperparah trend 'daur ulang' dari artis lama. Entah berupa konsep reuni, anthology, remixed, ampe unplugged. Walaupun ada beberapa perkembangan dari jenis musik tertentu misalnya neo progressive, juga jurus marketing bernama indie label. Tapi ya tetap gak bisa melupakan akar bahwa segalanya telah dirintis melalui sensasi 80an, terutama bagi yg ikut merasakan ato mengalaminya langsung.
Maka setelah masa 80an itupun, selanjutnya dan kini .. semua hanya pengulangan. Musik memang bukan cuma perkara budaya apalagi pemuas belanja, melainkan mozaik identitas. Mencakup lintas gender, lintas genre, lintas genk, serta lintas generasi.
:come with me ..
:make me smile ..
:hold me in your arms
-duke-
:make me smile ..
:hold me in your arms
-duke-
I LOVE 80'S